Halaman

Minggu, November 14, 2010

Unik dan Aneh

Lewatlah satu benda yang bikin saya berteriak-teriak gak jelas, tapi sudah berkurang efek itu. Yup, Vespa, dengan sesosok pria berambut kribo yg mengendarainya. Lalu muncul lagi Mobil unik si Pewe Kodok kuning. Haha... hal yang aneh mungkin bagi sebagian orang dengan keunikan gw ketika melihat benda2 itu. Hahah. Entah , mengapa duluuuuuuu... gw suka banget sama pria bertubuh tinggi dan berambut kribo sedang mengendarai vespa! Yang, gw liat itu image-nya unik, seru dan konyol. Kalo ajah, gw bisa reinkarnasi kaya di pelem2... gw mau reinkarnasi kaya sosok itu! Hahahahhahah. Dan gw pernah mengalami hal itu juga beberapa tahun lalu, bertemu dan berteman dengan sosok pria keribo dan tubuhnya tinggi kurus. Asiikkk banget dah gaya tuh laki! hahha. Gw berasa ada di lagunya NAIF yang judulnya Piknik 72 yg liriknya... "Naik vespa keliling kota....bla..bla..bla...". Sayang, gw bukan dibonceng pacar baru, tapi gebetan baru yang bertepuk sebelah hati. Hahaha. Walau begitu, tetap merasakan kesenanganlah saya... walau bukan sama pacar. Hahah. NAIF adalah band yg paling saya sukai karena gaya dan ciri khasnya yang jadul tapi keren ditambah lagi dengan lagu-lagunya yang aje gile! Rada2 miriplah sama kehidupan gw. Hihi. Yah, beginilah saya... suka hal2 yang berbau jadul, unik dan dibilang aneh sama orang. Pdhl org ajah yg aneh, seleranya pada sama. Hahah. Ah, yang penting sekarang mah asoy geboy dah dengan kehidupan yang sedang dijalani saat ini dan masa mendatang!! ;D                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        

Selasa, Oktober 26, 2010

Cuap-Cuap

 Hanya ingin memuntahkan apa yang ada di hati, jiwa, dan pikiran.
       Semester 5 saya dihadapkan oleh realita yang benar-benar bikin seluruh tubuh bergidik. Ternyata memang semua bersumber dari yang kecil lalu merambah menjadi besar dan sulit dihapuskan ataupun di basmi. Tak habis pikir dan menyangka ada realitanya, tak kira cuma cerita dongeng saja. Sebuah negeri yang carut-marut dengan kondisi manusia didalamnya yang sudah terkontaminasi. Tak ada lagi bersih di hati, semua sudah terkontaminasi oleh racun-racun yang telah merusak hati, akal, dan pikiran. Hati yang paling berbahaya jika sudah terkontaminasi dan merusak akal dan pikiran. Sampai suatu ketika saya pun berpikir "Kiamat meman sudah dekat sepertinya!?". Hanya ada kata itu yang terngiang di otakku ketika melihat realita yang sesungguhnya akan kehancuran sebuah negeri yang alamnya begitu cantik, membuat semua terpana padanya.
       Negeri yang cantik dan elok ini ternyata didalamnya tubuhnya rusak. Mungkin sudah tidak dapat ditanggulangi lagi. Sebuah kekecewaan yang amat sangat, ketika pendidikan dipermainkan oleh oknum-oknum. Padahal, tubuh negeri yang cantik ini bisa lebih menarik lagi jika didalamnya juga cantik dengan sentuhan pendidikan. Pendidikan yang mengutamakan moral lebih dibutuhkan untuk saat ini. Moral, bukan berarti moral saya juga sudah bagus tapi saya hanya prihatin saja dengan realita sekarang. Ini hanyalah sebuah luapan hati dan jiwa ketika melihat realita sesunguhnya. 
      Saya memiliki cerita dari teman-teman, sahabat tentang keterpurukan negeri... Pertama, teman saya yang memang dia sudah jago dalam bidang desain. Tiba-tiba dilecehkan begitu saja oleh seorang pengajar yang merasa dirinya paling benar dan jago. Saya pikir dia pengajar dengan sosok yang bersih, tapi salah. Dahulu ketika bertemu dengan pengajar tersebut saya kagum dan tertarik, namun kini sudah tidak lagi. Ternyata pengajar tersebut sama saja dengan yang lainnya. Apa salah ketika muridnya lebih jago daripada gurunya? Saya rasa dunia sudah terbuka, dan seharusnya bangga memiliki anak murid yang jago dan bisa. Bukannya malah dijatuhkan. Kami ini sudah dewasa, bukan anak kecil, bukan kebo yang bisa disuruh-suruh dan nurut begitu saja pada yang berkuasa dan kedudukannya tinggi!
      Cerita kedua, ini merupakan pengalaman pribadi saya sendiri. Adakah yang salah ketika saya berdo'a tentang sesuatu hal? Saya rasa "Tidak"! Tetapi, kenapa ketika saya menulis status di situs pertemanan yang lagi 'Hot'-nya dan isi status itu tentang do'a dan ketika itu pula saya dipanggil oleh petinggi pendidik di kampus sendiri. Saya tidak menjelek-jelekan kampus X, saya hanya berdo'a memohon dimudahkan dan dilancarkan dalam pembuatan acara. Pengajar itu pake "Sok"2an segala berkuasa, siapa sih lu??? Baru juga jadi pengajar beberapa taun! Dengan tampang muka tak berdosa saya pun mengahadapi mereka dengan biasa saja, karena saya tidak merasa bersalah. Satu kampus pun mulai ribut dengan kejadian ini dan setiap bertemu dengan teman yang beda kelas mereka menanyakan berbagai hal tentang kejadianku ini. 
     Cerita ketiga, sahabatku yang merasa dikecewakan oleh kampusnya juga bener-bener bikin bergidik lagi. Ketika itu ia menulis status ttg keluhan, karena sudah beberapa waktu yang dijanjikan akan diberitahu siapa pembimbing pembuatan laporan namun belum juga diberitahu. Otomatis, sahabat saya kecewa dan suatu ketika dia pun didatangi oleh pengajar di kampus itu.Sahabatku itu sedang magang di media cetak dan pengajar tersebut datang dan bilang "Jangan mentang-mentang magang di Media cetak!?". Saya berpikir "Apa hubungannya dengan topik yang dibicarakan???". Lalu, ketika di kampus... semua anak2 membeli map dengan harga 2ribu saja kepada pengajar tersebut, tapi ketika dia akan membeli map di pengajar tersebut harganya menjadi 5ribu. Dan hal itu dilakukan tepat di depan matanya ketika dia membeli dengan harga 5 ribu, masuklah teman lain dan membeli dengan harga 2ribu. Sebegitu rendahkan harga diri pengajar sehingga berani di bayar dengan 5ribu rupiah sajah??? Haha...
       Sungguh, realita yang benar-benar bikin bulu kuduk bergidik. Salah sepertinya untuk kritis di negeri yang elok nan cantik. Wajar bila ada yang namanya sebuah kritik dan saran untuk perbaikan ke depannya. Bukannya malah di jatuhkan. Bersumber dari kejadian kecil dan simple seperti inilah yang membuat makin carut-marut dan susah untuk dibasmi lagi yang namanya racun-racun, tikus-tikus penguasa. Sekarang hanya bisa berdo'a dan perbaiki diri sendiri dulu. Sampai tiba saatnya kiamat pun tiba! Naudzubillah, jangan jadikan hamba-MU termasuk orang-orang yang munafik ya ALLAH! Saya hanya bisa mendo'akan agar orang-orang yang berkedudukan tinggi ENGKAU sadarkan, bukakan pintu hatinya, bersihkan hatinya dari kabut hitam yang mengelilinginya. Amin.

Rabu, Oktober 13, 2010


Cinta Fiksi
*Riska Hasnawaty*
Malam ini begitu cerah dengan taburan bintang yang mengedipkan mata-matanya yang indah serta bulan sabit yang seolah tersenyum padaku. Hari ini sepertinya begitu sempurna untukku ketika sore tadi Aku pun bertemu dengan pujaan hatiku, walau dia umurnya dibawah setahun dariku. Malam ini Aku pun menulis kisah-kisah roman tentang dirinya dan berkhayal tentangnya.
Siang tadi Aku bertemu dengan Rifqi, dia menyapa dan tersenyum padaku, lalu menawarkan dirinya untuk mengantarku pulang….. I
Aku mulai mengetik khayalanku di depan laptopku yang menyimpan sejuta curahan hatiku dan siap sedia mendengarkan curahan hatiku yang ku tulis begitu hiperbolis.
….Kemudian kami pulang bersama, berjalan berdua . Tiba-tiba hujan turun. Kami putuskan  berteduh di beranda teras samping taman kota, lalu….. I
Kahayalaku semakin liar. Kuhentikan saja menulisku. Sebelum cerita itu selesai dengan ending yang tidak jelas, seperti yang sudah-sudah. Walau aku berusaha memejamkan mata tapi efek dua gelas kopu yang menemaniku menulis masih terasa, membuat mataku sulit dipejamkan.
Hari ini pukul  14.00 dikampus, lagi-lagi sambil menunggu  revisi tugas: Percetakan. Aku menghabiskan waktu luang tanpa tugas mengkhayal. Yup, masih tentang kisah dan tokoh yang sama…, Rifqi. Ngomong-ngomong soal Rifqi, sedang apa ya kiranya gerangan, khayalanku jadi tidak jelas arah tujuannya. Sementara temanku, Ina, sedang melakukan aktifitas rutinnya, curhat.
“Jadi menurut kamu gimana mes?”
“Hah? Apa? Sorry–sorry aku gak konsen. Kamu dari tadi ngomong apa? Bisa diulang gak?” Ina memasang muka cemberut, dari air wajahnya kelihatannya dia kecewa berat.
Hari ini pukul  16.00 masuk kembali ke kelas praktikum percetakan.
Mata kuliah yang cukup aneh, percetakan, tetapi disuruh buat cerpen. Harus menunggu lama untuk mengantri panggilan dari dosen. Satu persatu dosen bersama asistennya membaca dan menilai cerpen seadanya yang dibuat mahasiswa. Menunggu adalah hal yang paling membosankan. Tetapi, sekarang yang ada dalam otakku, kenapa Rifqi bisa memonopoli sebagian besar hati, pikiran dan perasaanku saat menunggu seperti ini. Oh… Rifqi!
Hari ini pukul 18.00 akhirnya selesai juga praktikum percetakan.
Aku berjalan menuju lorong kelas yang sepi, disekelilingku pun mulai gelap disertai hujan yang cukup deras. Berharap hujan jangan marah lagi, agar aku bisa pulang. Namun, hujan pun masih marah hingga curah hujan semakin deras disertai angin kencang dan petir yang menggelegar. Aku pun menunggu sampai hujan tidak marah lagi bersama beberapa teman yang juga terjebak oleh amarah hujan.
Hujan pun sudah reda dan tidak marah lagi…
Ku keluarkan headset dari tas lalu kupasangkan pada telepon genggamku dan kupasangkan pada kedua telingaku. Aku pun mencari lagu favoritku, “Dia”-nya Maliq D’Essensial. Kini headset sudah menyumbat kedua telingaku dan aku pun berjalan menuju parkiran motor yang sudah mulai sepi. Ku hidupkan motor dan kupanaskan sejenak motorku yang kedinginan. Situasi kampus yang sudah mulai sepi dan gelap menambah suasana kesendirianku semakin dingin. Aku pun langsung meng-gas motor kesayanganku yang setia menemani hariku yang sepi.
Diiringi lagu Maliq D’Essensial, aku pun mengendarai motor sambil membayangkan Rifky. Andai saja dia sekarang mengantarku pulang ke rumah dan suasana dingin yang sepi ini akan menjadi hangat.  Tetapi, itu hanya khayalanku saja tentangnya. Andai saja dia tahu apa yang aku rasakan. Khayalanku pun mulai terganggu oleh Mobil di depanku yang jalannya lamban sekali seperti keong. Rasanya ingin aku tabrak itu mobil. Akhirnya aku pun menyalip dan sambil mengkhayalkan dirinya.
Malam ini kembali aku menuliskan romanku ditemani secangkir kopi dan dinginnya angin malam selepas hujan. Kali ini aku tak terlalu hiperbolis menceritakan cerpen fiksiku, hanya menyisipkan sedikit mimpi dan ambisi. Aku optimis suatu saat nanti Rifqi akan mencintaiku bahkan lebih dari perasaanku saat ini. Namun, menurut Ina, itu tak akan terjadi karena sampai sekarang pun Rifqi tak pernah tahu perasaanku.
“Kecuali Rifqi bisa membaca pikiranmu saat kamu memperhatikan dia terus” sindir Ina. Apapun kata Ina, aku tetap berambisi memiliki hati dan perasaan Rifqi seutuhnya.
Hari ini tanggal merah, maksudku hari minggu.
Minggu adalah jadwalku untuk mengurusi klub fotografi kampus. Tetapi, temanku Ina mengajakku untuk hunting foto di jalan ‘Car Free Day’ sebelum pertemuan rutin bersama anak-anak klub foto. Awalnya aku tak berminat tetapi Ina dan pacarnya tetap memaksa.
“Ayo dong mes, semangat dikit napa!? Lumayan hunting pagi sekalian olahraga baru deh ngumpul sama anak-anak! Kamu butuh penyegaran juga sekalian cari inspirasi di Car Free Day, siapa tau ada hal menarik untuk dipotret! Biar gak kepikiran Rifqi terus.”
“Iya,iya na… ini juga lagi jalan sambil lirik kanan-kiri untuk menemukan dan moment yang bagus”.
“Hummm… jadi kamu beneran naksir Rifqi?”
“Udah deh… ris!” Bentakku ke Faris.
Karena sudah cukup lelah, kami putuskan istirahat sebentar sambil sarapan bubur ayam di depan lapangan basket. Setengah tidak percaya tiba-tiba Faris datang bersama Rifqi.
“Oh my God!”
“Halo.. mbak.” Sapa Rifqi sambil mengulurkan tangannya.
Tangan kanannya basah berkeringat dan tubuhnya pun bercucuran keringat.
“Habis latihan ya?” tanyaku berbasa-basi.
“Tuh kan mes, ada untungnya juga ikut hunting pagi sambil olahraga?”
“Sssssssshhhhhuuuutt…”Mukaku memerah, malu banget denger kata-kata Ina barusan.
“Ngomong-ngomong” Faris memulai pembicaraannya “..Qi, kamu ada acara nggak habis ini?”
“Emm… nggak ada. Emang kenapa?”
“Tolong anterin mba memes pulang ya! Soalnya habis ini aku ada perlu sama Ina.”
“Oke!”
Rifqi langsung menyetujui permintaan Faris untuk mengantarkanku ke kampus.
Jadi nanti aku bakalan dianterin ke kampus sama Rifqi? Mimpi apa sih semalem?
Ina dan Faris sudah pulang duluan, sementara aku dan Rifqi berjalan berdua menuju jalan kea rah kampus. Saat itu sebelum ke Sempur aku menitipkan motorku di kampus dan Rifqi tak membawa motor. Kita pun jalan berdua menuju kampus. Selama perjalanan aku berjalan disampingnya dan aku pun terdiam.
            “Kok diem aja, mbak? Capek ya abis jalan-jalan hunting?”
            “Ah, nggak kok! Seru lagi tadi huntingnya!”
            “Umm… dapat foto apa aja mba? Emang ngapain ajah?”
            “Foto apa ya!? Foto ambigu yang menggambarkan tentang diriku! Hee.”
            “Boleh lihat mba?”
            “Ah, gambarnya Cuma gitu2 ajah! Pasti kamu bingung deh! Ntar ajah deh di kampus! Hee..”
            Akhirnya kami pun terdiam. Dua puluh menit berlalu, sampai juga di kampus dan kami pun duduk di bawah pohon rindang yang tempatnya dijadikan kawasan pertemuan rutin klub fotoku.
            “Umm… anak-anak belum pada datang!”
            “Yasudah mba, aku temani. Boleh kan?’
            “Hah? Oia,… boleh-boleh!”/
            Kami duduk berdua dibangku-bangku di bawah pohon rindang yang masih sepi. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 09.00. Waktu yang biasanya anak-anak sudah pada kumpul di sini, tetapi belum juga ada satu pun anak-anak. Sambil memandangin ke arah langit yang cerah, secerah hatiku bisa bertemu dengan adek kelasku sekaligus pujaan hatiku.  Beberapa saat kita hanya diam, sampai akhirnya aku pun mulai membuka perbincangnan.
            “Oia, btw… gimana hasil seleksi sepak bola kemaren?”
            “Emm… lolos kok, jadi lusa udah mulai diklat masuk Tim Inti.”
            “Wah, selamat ya!”
            “Iah, makasi mba. Temen-temen mba belum pada datang juga ya?”
            “Iah, nih belom. Gak tau kemana!? Kenapa?”
            “Gak kenapa-napa mba!”
            Kita berdua pun kembali terdiam. Di bawah pohon rindang yang dilempari sinar matahari yang menyusup di sela-sela batang pohon.
            “Mba, ada yang mau aku tanyain ke kamu”
            “Apa?” Sejenak Rifqi menatapku, begitu dalam.
            “Aku nggak yakin sama dugaanku mba. Tapi aku seperti bisa membaca pikiranmu saat mba memperhatikanku setiap kita berjumpa di kampus”.
            “Maksud kamu apa, Qi?”
            “Mba, apa benar kamu suka sama aku?”
            Aku terkejut mendengar pertanyaan Rifqi. Kenapa dia bisa tau? Dan kenapa kata-kata itu bisa sama dengan kata-kata Ina tempo hari?
            “Gak usah panik mba, aku udah tau dari awal kok.”
            Aku tak sanggup membuka mulut, Rifqi terus saja mendesakku…
            “Sebenarnya aku sudah sejak awal juga suka sama mba saat pertama kali bertemu dengan mba.”
            “Hah.. eh..? Em.. kok bisa?” Aku pun menjawab dengan terbata-bata dan bingung.
            “Bisa mba, pertama bertemu dengan mba aku bisa membaca dari wajah dan mata mba, kalau mba itu orangnya dewasa, mandiri dan berkepribadian baik. Itu yang aku suka dari mba, beda dengan cewe-cewe lain yang cenderung manja. Walau saat itu aku sepertinya bersikap biasa.”
            Aku menatap wajah Rifqi dan kutemukan senyuman di sana, senyuman yang lain, yang tidak pernah aku lihat seblumnya.
            “Jadi mba, bolehkah aku mencintai kamu mba, seperti halnya kamu mencintaiku?”
            Aku kembali menatap Rifqi. Kali ini aku serasa inging pingsan!
            “I…iya!”
            Pagi itu pun terasa cepat berlalu dengan cepat. Sinarnya mentari dan birunya langit menemani hariku yang begitu penuh kejutan tentang cinta. Kini pagi pun sudah berganti malam dan mala mini bulan tampil sempurna, artinya malam ini adalah malam purnama. Aku sudah siap di depan komputerku ditemani secangkir kopi panas. Kali ini aku tidak menuliskan tentang cerita-cerita pendek tentang fiksi dan khayalanku, tetapi mengenai hati dan perasaanku saat ini. Jemariku perlahan-lahan mulai menekan tiap huruf dalam keyboard. Menuangkan segala yang ada di dalam pikiranku, menggambarkan betapa bahagianya aku hari ini.
            Beribu-ribu malam telah kuhabiskan hanya untuk mengkhayalkanmu… berjuta kisah bertriliyun cerita fiksi yang hanya berbau monoton tentang cintaku. Aku kira kisah ini akan menjadi roman yang tak tentu akhirnya. Seperti kisah Romeo dan Juliet yang tak pernah berakhir tanpa air mata. Ternyata kau memiliki perasaan yang sama. Aku tak tahu apakah aku bermimpi? Atau khayalanku sudah mencapai cerita ini, namun bulan sadarkan aku ketika kau katakana kau mencintaiku. Dan mulai saat ini, aku tak perlu lagi mengkhayalkanmu dan menuliskan  kisahku lagi, karena yang tersisa kini, hanya ada roman bahagia, tanpa ada lagi cerita fiksi…I
            Malam in kubiarkan jendela kamarku terbuka, agar aku dapat melihat bulan. Setelah menyelesaikan tulisan aku pergi tidur. Tak sabar melihat hari esok, yang akan kujalani “tanpa khayalan” untuk pertama kali.
           


Rabu, Oktober 06, 2010

Cerpen Pribadi


SENTILAN TUHAN!
*Riska Hasnawaty*
Aku dilahirkan dan dibesarkan dengan keluarga yang ekonominya berkecukupan. Semua yang Aku mau pasti ada. Seolah dengan hidupku yang seperti ini, Aku menjadi anak yang manja. Ya, mungkin kelihatannya Aku ini seperti anak yang mandiri bila kalian dengar cerita-ceritaku atau aktifitasku sehari-hari. Kenyaataanya dibalik kemandirianku, Aku anak yang manja. Kebiasaanku dari kecil adalah gemar menabung. Aku gemar menabung karena sering sekali dikasih uang jajan lebih dari orang tua. Sikap manjaku di sini setiap kali menginginkan sesuatu harus ada dan terwujud. Itulah Aku si Manja. Kebetulan juga Aku anak terakhir dari dua bersaudara. Hmm.. pas dengan label manja buatku.
            Hari libur kuliah saatnya di rumah dan bermalas-malasan. Tetapi, Ibuku mengajak pergi berbelanja ke Mall. Namun, ada perasaan kurang enak yang terpendam di dalam hati. Entah perasaan apa itu, akhirnya Aku pun bersiap-siap dan berangkat. Kali ini Aku tak membawa motor, namun naik kendaraan umum yaitu angkot. Ibuku berkata “Dek, gak usah bawa motor deh. Naek angkot ajah!”. “Yasudahlah… “ Pikirku. Lagipula memang saat itu rasanya kondisi tubuh sedang capek, lagipula juga sama Ibu ini berangkatnya.
            Sesampainya di Mall, asiknya belanja. Sudah lama juga tidak belanja bersama Ibu. Sudah lama juga tidak membeli perkakas kecantikan. Selama berjam-jam di Mall tak terasa waktu sudah petang, belanjaan pun banyak dan kaki pun mulai pegal-pegal akibat hilir mudik di Mall. Lalu akhirnya aku dan ibu pun pulang ke rumah. Semua kejadian begitu singkat, hati pun tak karuan. Padahal keadaan angkot saat itu seperti kondusif. Aku menitipkan dompet yang berisi beberapa duit tabunganku di tas Ibu. Aku duduk berseberangan dengan Ibu dan di samping Ibu ada seorang perempuan setengah baya dengan tubuh gemuk dan matanya sipit.
            Sesampainya di rumah…
“ Bu, dompetku mana?” Sambil membuka tas Ibu.
“Ada di tas hitam tadi.” Suara Ibu terdengar dari kamar mandi.
“Kok gak ada ya Bu… udah aku cari” Sambil berharap-harap cemas.
“Eh, masa gak ada sih? Tadi ibu taruh sana. Bentar coba!” Masih terdengar suara Ibu dari kamar mandi.
“Waduuuuww, masa gak ada sih!? Huaaaaa… itu kan dompet kesayanganku. Dompet keramat yang sejak SMP belum saya ganti juga! Huaaaa…. “ Sambil berharap cemas dan ngedumel.
Ibu pun keluar dari kamar mandi dan menghampiriku yang sedang kesal.
“Iiiiihh, gak ada Bu… udah aku oprek-oprek.”
“Ih, de… masa gak ada? Dompet Ibu ajah ada. Semua Ibu taro sana!” Ibu pun ikut membongkar tasnya.
“Kalo ada juga dari tadi Aku gak bakal nyari-nyari dan nanya ke Ibu… Huuuufffttt” sambil menahan emosi karena resah.
            Aku pun sedikit kesal, tetapi mau marah sama siapa. Menahan emosi karena dompet hilang. Ini adalah pengalaman pertamaku kehilangan dompet selama seumur hidup. Mungkin, ini cerita klasik. Aku benar-benar kalang kabut saat itu. Ceroboh dan bodohnya Aku menyimpan duit sebesar lima ratus ribu rupiah untuk membeli flash baru. Kakakku pun ikut-ikutan menyambar dengan kejadian ini.
“Cari dulu dong yang bener! Jangan marah-marah dulu!!” Sambar kakakku dengan nada emosi.
“Ih, ini juga udah gw cari!!” Balasku sambil marah.
“Emang di dompet ada duitnya gak?”
“Ada!”
“Berapa?”
“Lima ratus ribu rupiah!”
“Ih… sumpah… bego banget sih gue punya adek! Ngapain juga lagian lu bawa duit gede-gede! Bukannya di simpen ajah kek di Bank!” Samber kakakku dengan nada semakin emosi.
“Yeee… tadinya tuh duit mau gw beliin barang tau! Makanya gw bawa!!” Akupun semakin kesal.
            Lalu Ibu melerai supaya tidak perang mulut.
“Udah… sekarang di dompet isinya apa aja? Yang penting kan isinya!” Ujar Ibu.
“Ya… ada ATM Mandiri dan BNI, KTM, KTP, STNK, SIM, sama member HK buat cetak foto bu..” Balasku dengan emosi yang sedikit reda namun masih resah.
“Yaudah, coba yang ATM cari buku tabungannya buat di blokir!” Aku pun mencari-cari buku tabungan.
            Kamarku yang berantakan mendukung suasanaku yang lagi kesal juga. Ditambah lagi temanku sibuk menghubungiku dan meminta segera membalas smsnya. Tambahlah Aku menjadi kesal, langsung saja Aku telepon temenku.
“Halo… yan! Sori kayanya gw gak bisa! Lu ajah deh yang menghadiri rapat gila itu!!”
“Lah! Mang kenapa lu?”
“Gw lagi kena musibah nih! Dompet gw ilang tadi di jalan!”
“Lah, emang lu gak bawa motor?”
“Kaga! Yaudah ya… ntar kasih tau gw ajah apa hasil rapatnya! Okeh! Gw lagi ripuh nih!
“Yowes, sabar ya! Yaudah gw ajah yang datang rapat.”
“Tenkyu ya..!” Aku pun menutup gagang telepon dengan tergesa-gesa.
            Selepas menelpon temanku, kembali lagi Aku mencari buku tabungan itu. Seisi kamar mulai dari meja belajar sampai lemari Aku keluarkan isinya. Aku mencari buku tabungan dengan sikap menahan emosi jiwa yang mengelilingi dan ditambah lagi Kakakku berkoar-koar.
“ Lu nyari yang bener! Jangan pake ngamuk-ngamuk!”
“Ih, bawel banget sih lu!!! Ini juga gw lagi nyari tau!!!!!”
“Yee… elu di kasih tau malah ngejawab! Ini tuh pelajaran buat lu tau!! Supaya lu sedikit punya rasa peduli sama barang-barang yang lu punya!!! Jangan cuek!!! Ini pelajaran berharga buat hidup lu!!! Bego!!”
“HHHHeeeeeemmmmmm….sabar…sabar… pastiiii ketemu…”Aku pun menggarang sambil mencari buku tabungan.
            Seketika kakakku berkata seperti itu, langsung Aku keringat dingin dan menahan emosi semakin dalam. “Hemmm… Ya ALLAH.. Sabar….sabar!! Kalau pun itu dompet ilang, semua pasti kembali padaMU. Memang sih akhir-akhir ini Aku sudah mulai jarang bersedekah. Karena kesibukan. Aduh… bodohnya diriku!” . Aku pun berucap dalam hati. Ucapan kakakku seperti petir yang menyambar langsung memasuki relung hati, jiwa, dan pikiranku.
Ibuku pun menenangkan diriku dengan berkata
“ Yaudah, di cari dulu yang bener. Keselip kali. Berarti ini pelajaran juga buat kamu.”.
“Heuh.. Bu…” sambil sibuk mencari buku tabungan dengan kondisi kamar yang semakin berantakan.
“Iah, sih dek.. tadi kayanya ibu-ibu yang duduk di samping ibu. riweuh tangannya senggal-senggol gituh. Tapi ibu juga ngerasa, tapi gak taunya itu ibu-ibu nyopet.”
“Kayanya sih emang tuh ibu-ibu. gelagatnya ajah tadi ripuh gitu. Terus turunnya bareng kita bu. Siapa lagi coba! Depan supir”
“Yaudah, mungkin lagi butuh  dan kepepet kali itu copet. Sukur-sukur duitnya dimanfaatin dengan baik sama si copet. Udah ikhlasin ajah. Duit mah bisa dicari, yang penting kartu-kartu dan surat-surat yang ada di dalam dompetnya.”
            Akhirnya ketemu juga buku tabungannya. Ucapku “Alhamdulillah ya ALLAH… hatiku pun sedikit lega!”. Langsung saja ku telepon nomor Bank tersebut. Yah, mungkin karena sudah malam jadi tak ada yang mengangkat telepon itu. Hati ini pun masih resah, gundah gulana, dan sedikit kesal. Aku pun mecoba berpikir jernih kembali. Seketika itu pula aku teringat ucapan seorang teman yang masih terngiang-ngiang di otakku “Kita tidak akan pernah kehilangan apa-apa, karena kita memang tidak memiliki apa-apa...”. Aku pun langsung berpikir kembali. “Hemmm.. memang Aku harus ikhlas dengan yang terjadi hari ini, betul juga kata Ibuku : mungkin, orang itu lagi butuh. Ya ALLAH, maafkan diriku yang penuh dosa dan sempat melupakan kewajibanMU untuk membagi sebagian harta yang kita miliki. Terima kasih juga untuk hari ini yang memberi sentilan dalam hidup agar Aku tidak menjadi orang yang serakah!”.
            Emosiku pun mulai reda, seketika itu. Aku sudah dewasa, percuma juga menyelesaikan masalah dengan marah-marah, toh itu uang dan dompet gak akan balik juga. Aku pun tersadar lagi, aku hidup di dunia ini cuma menumpang jadi jika kehilangan sesuatu itu pasti akan kembali pada-NYA. Karena semua yang ada di dunia ini mulai dari orang kesayangan, kekayayaan dan harta semua adalah milik ALLAH SWT.  Akhirnya aku merasakan juga yang namanya kunci dari keikhlasan hidup, hidup berasa lebih tenang ketika kita merasakan ikhlas itu.
            Keesokan harinya Aku pun menceritakan kejadian ini kepada teman-temanku dengan begitu menggebu-gebu. Padahal sih, cuma cerita sepele saja kehilangan dompet dan uang namun memberi efek psikologi yang besar bagiku. Teman-teman yang kuceritakan juga antusias mendengarnya sampai temanku yang bernama Putra bilang
“ Tenang, pasti bakalan balik deh. Tapi dompetnya doang, duitnya mah kaga! Hahah. Untung aja lu kaga ilangnya pas lagi ujian! Haha..” Balasku “Amin.. semoga ya tra… huuufffttt…. Doakan saja ya! Hehe . Sebenernya gue masih gak ikhlas, ya.. tapi harus ikhlas… Astagfirullah…”.  Sesampainya di rumah Aku pun terdiam di kamar sambil mengingat ucapan temanku Putra.
            Aku harus mengembalikan perekonomian diri yang sedang bobrok nih!! Ucapku dengan semangat. Ternyata mencari uang itu cukup sulit ya! Betapa beruntungnya diriku, masih tinggal dengan orang tua di rumah, tidak perlu repot mengurus diri sendiri. Bersyukur sangat diriku telah memiliki orang tua yang baik dengan ekonomi yang cukup. Padahal disekitarku masih banyak yang lebih membutuhkan dariku. Yah, aku ikhlaskan saja duitnya melayang tetapi Aku harap dompet dan isi kartu-kartu penting kembali. Amin.
***
            Pagi ini aku bersama teman-teman dekatku pergi ke kampus UI untuk mengikuti seminar tentang fotografi. Sudah seminggu dompetku hilang dan duitku melayang, jadi harus menghemat pengeluaran. Tiba-tiba sesampainya di kampus UI dering bunyi sms dari handphone-ku.
“Maaf ni dengan Riska Hasnawaty? Saya Rudi, bisa ke daerah indraprasta sekarang? Saya menemukan dompet dengan identitas nama Riska.”
Aku pun langsung terkejut bahagia dan berteriak kepada teman-temanku.
“Temaaaann… ada orang yg menemukan dompetku!! Ya ALLAH… Alhamdulillah!!”
“Langsung telepon ajah atuh nomernya mes!” Ujar Firman.
Lalu Aku pun langsung menelpon nomor yang sms ke handphone-ku dan ditemani oleh Firman.
            Selepas acara seminar, Aku pun langsung salat Ashar dan berdo’a “Ya ALLAH, terima kasih atas semua kejadian yang menimpaku. Engkau masih peduli pada hamba-Mu yang sempat melupakan-Mu. Alhamdulillah, ada orang yang mengembalikan dompetku akhirnya. Aku malu pada-Mu Ya ALLAH. Ampunilah segala dosaku, semoga orang yang menemukan dompetku mendapatkan imbalan dari Mu. Amin”. Begitu khusuknya Aku berdoa. Sungguh Aku berterimakasih karena ALLAH ternyata masih peduli denganku. Saat itu yang ada dipikiranku hanya ada rasa bersyukur dan terima kasih. Tak hentinya Aku berucap “Alhamdulillah.. wasyukurilaah..”.
            Sentilan yang begitu berharga dalam hidupku. Tak pernah terpikirkan sebelumnya olehku, andai saja kejadian ini tak pernah terjadi mungkin Aku sekarang masih menjadi orang yang manja dan tidak peduli. Tetapi kini, Aku mencoba merubah sikap buruk itu. Aku mencoba menjadi orang yang hemat dan menggunakan uang sesuai kebutuhan. Selain itu, jika memliki rezeki lebih, saling berbagilah dengan sesama yang lebih membutuhkan. Menurut ayat Al-Qur’an sebagian harta kita adalah bagian mereka yang fakir dan semua akan kembali kepada-nya. Akhirnya akupun langsung menemui orang yang menemukan dompetku, walau duitnya tak ada tetapi yang penting surat-surat, kartu-kartu sudah ada di tangan.
           
           


Rabu, September 15, 2010

Cerpen Pribadi

PILIHANKU
*Riska Hasnawaty*

Ternyata Aku berjodoh dengan kampus Diploma 3 IPB dan termasuk dalam mahasiswi jurusan komunikasi. Begitu banyak pilihan untuk ikut berorganisasi dan aktif di kampus ini. Pilihanku tertuju pada sebuah kelompok yang senangnya mengabadikan sebuah momen, membuat gambar menjadi sesuatu yang enak dipandang. Yup, OBSCURA adalah sebuah kelompok pecinta fotografi yang ada di kampus D3 IPB. Itulah pilihanku! Saat ospek berlangsung Aku mengunjungi sebuah tenda hitam yang terpisah dari stand yang ditetapkan BEM.
***
“Eh, boy.. kita liat tenda yang ada di ujung sana yuk!?” Ujarku pada teman-teman yang lain ketika istirahat sedang berlangsung.
“ Emang ada apa sih boy?” Ujar salah satu temanku.
“Udah ah, yuk kita ke sana! Sepertinya ada pameran foto atau itu sebuah klub foto yang ada di kampus ini? Hayuk ah!”. Jawabku sambil menarik beberapa tangan temanku.
Tepat dugaanku, memang di sana sedang berlangsung pameran foto. Terlihat ada beberapa foto yang dipajang di luar. Ketika itu Aku dan beberapa temanku memasuki sebuat tenda yang dibuat seperti lorong yang menarik. Di samping kiri – kanannya tergantung figura foto yang berisi gambar-gambar indah dan sedap dipandang. Lalu, selama memasuki lorong tenda tersebut dikenakan karpet merah dan sisi-sisinya dihias dengan pasir pantai dan lampu-lampu sorot dan beberapa hiasan kehidupan laut yang disebar. Seolah seperti di pantai saja suasananya.
“Waahh, bagus ya!?” Aku pun berdecak kagum dan norak. Lalu kakak-kakaknya mengantar kami melihat foto-foto tersebut sambil bercuap-cuap. Memang Aku tak terlalu mendengarkan apa yang mereka katakan. Pikiran dan titik fokusku pun terbelalak melotototi figura-figura tersebut dengan terkagum-kagum. Tak terasa sampai juga dipenghujung lorong. Habis sudah imajinasiku di dalam lorong tersebut, ternyata masih ada foto-foto yang dicetak 4R yang tertempel di papan persegi panjang.
“Ayo dilihat-lihat dulu pameran, barangkali berminat gabung dengan kami!” Ujar salah satu kakak-kakaknya. Kakak-kakak itu terlihat bersemangat mempromosikan kelompoknya. Kakak yang satu bertubuh gemuk dan bermata sipit. Kakak yang kedua bertubuh kurus dengan jidat yang jenong seperti hamparan lapangan bola. Saat itu memang, Aku sudah memilik sebuah kamera DSLR dan membawanya pada saat ospek berlangsung. Tiba-tiba kakak yang bertubuh gemuk berceletuk “Nah, tuh udah ada yang punya kamera! Udah meningan gabung ajah dengan kita!”. Aku hanya membalas dengan sebuah senyuman kebahagian penuh semangat.
***
Aku pun berkutat di depan laptop dan melihat hasil foto-foto sembarangku. Sekedar iseng dan melepas rindu saat ospek yang sudah satu tahun berlalu. Nah, ada foto si kakak bertubuh kurus dan kepala jenong. “Oh God! Ternyata Aku pernah berfoto bersamanya! Hahahah… Norak amat!”. Tak menyangka kakak tersebut rumahnya dekat dengan daerah rumahku. Kita pun suka berpetualang dengannya. Maksudnya Aku dan temanku suka diajak dia dan kita pun mau saja diajak. Lagipula daripada bengong di rumah. Sering kali diajak ke Jakarta (Manggarai) tempat dia PKL.
Bunyi dering hapeku yang membangunkanku dari tidur siang di Jum’at yang panas.
“Mes, besok mau ikut gak ke Jakarta (Manggarai)?”
“Oh, mang mau ngapain ka? Ada apa?”
“Ada workhshop kamera lubang jarum! Butuh 5 orang lagi untuk hadir di sana! Ajakin yang lain juga tapi 2 orang lagi ajah ya?”
“Owh, Okeh ka! Iah, ikut deh! Ntar saya ajakin anak-anak lain yang pada bisa dan mau! Btw, besok jam berapa ka?”
“Okeh, besok jam 6 di stasiun ya? Oia, si Bebek dan Mike udah mau dan bisa. Tinggal satu orang lagi di ajak!”
Langsung Aku pun menghubungi Ugie, termasuk anggota Obscura juga. Dia pun mau dan bersedia ikut. Aku pun berbicara dengan Ibuku bahwa besok Aku bersama teman-teman akan pergi ke Manggarai untuk ikut workshop Kamera Lubang Jarum. Malamnya Aku merapihkan meja belajar yang sudah tak berbentuk wujudnya. Tergeletak di lantai dekat meja belajar sebuah buku kecil dengan cover hitam yang berjudul “Memotret dengan Kamera Lubang Jarum” karya Ray Bachtiar Drajat.
Buku tersebut mengingatkanku pada beberapa waktu lalu. Aku dan Ugie pergi ke stasiun Depok UI untuk mencari buku. Aku memang senang mencari buku-buku yang mungkin sudah tidak beredar lagi di Toko Buku. Iseng-iseng berhadiah Aku melihat buku “Memotret dengan Kamera Lubang Jarum” diantara tumpukan buku yang penuh debu. Lantas Aku pun terkejut dengan penuh rasa bahagia, langsung Aku mengambil buku tersebut dan membelinya. Hanya sekitar 8 ribu saja, padahal masih tercantum harga label aslinya Rp. 16.500,-. Maklum, buku bekas jadi murah! Inilah hal yang saya sukai.
Teringat kembali dengan sms dengan ka Rido, kakak yang berada di tenda pameran yang bertubuh kurus dan jenong. Sms yang isinya “Ada workhshop kamera lubang jarum! Butuh 5 orang untuk hadir di sana! Ajakin yang lain juga tapi 2 orang lagi ajah ya?”. Kata-kata “Kamera Lubang Jarum-nya” itu loh yang mengingatkanku dengan buku dan ajakan ka Rido. Lalu, teringat kembali dengan sebuah impianku dan harus terwujud. Amin. Pikiranku pun sudah tak fokus lagi untuk merapikan meja belajar. Sekarang yang ada dipikiranku hanya terfokus untuk membaca buku “Kamera Lubang Jarum”-nya Ray Bachtiar.
***
Sabtu pagi ini Aku begitu bersemangat menjalani hari. Tentunya karena Aku akan jalan ke Jakarta dan menemui seorang fotografer profesional yang tadi malam baru saja Aku baca bukunya. Bangun tidur pun Aku senyam-senyum kegirangan sambil berucap “Ya ALLAH… Mimpi apa Aku ini? Hari ini bakal bertemu dengan fotografer profesional yang dimiliki Indonesia! Terima kasih ya ALLAH telah mempertemukan hari ini yang akan ku lalui. Semoga ini merupakan langkah dan jalan menuju mimpi dan cita-citaku. Amin.”. Lantas dengan penuh semangat menggebu Aku segera memanaskan motor dan menghubungi Ugie. Setelah itu Aku menyantap sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh Ibuku tersayang.
Sampailah Aku dan Ugie di stasiun Bogor tepat jam 06.00 wib.
“Wuih, suasananya pagi ini seger banget ya gie! Semoga pertanda baik untuk hari ini! =)”
“Iyah, mes! Eh, si ka Rido mana? Kok belum muncul batang idungnya? Kita udah dateng pagi-pagi begini?”
“Gw sms dah neh orang! Tunggu aje dah! Mening kita nyari tempat duduk gie deket loket! Hehe”.
Aku pun langsung menghubungi ka Rido.
“Buseeeeett… smsnya cakep bener gie… gesblek! Masa doski masih di rumah! Gelo-gelo! Kita datang kepagian!”
“Widihhhh… kita nungguin noh orang ampe kapan? Gelo, katanya jangan ngaret, tapi diye yang ngaret! Uwhhh..!”.
Setelah menunggu hampir setengah jam kemudian muncullah batang hidungnya dan kami pun segera membeli tiket dan berangkat. Pagi ini benar-benar sumringah hatiku. Di dalam kereta yang sepi dan lowong sesekali kami berbincang. Tak terasa sampai sudah di stasiun Manggarai tepat pukul 09.00 wib.
“Eh, kita jalan ajah ya ke rumah kang Raynya!? Deket kok!” Ujar ka Rido.
“Owh, yaudah… hayo ajah! Yg penting ramean jalannya! Hehe” Balasku.
Dalam hati pun berkata “Ya ALLAH, beberapa langkah lagi Aku bakal bertemu dengan sang fotografer dan ke rumahnya pula! Hihihi. “. Sepanjang jalan pun kami kadang bercanda dan bercengkrama saling mengakrabkan diri dengan senior. Itung-itung sekalian berolahraga di pagi yang menjelang siang ini. Akhirnya sampai juga di kediaman Ray Bachtiar fotografer profesional yang baru saja tadi malam Aku baca bukunya. Hati ini terasa berdebar-debar, seperti akan bertemu pujaan hati saja.
Rumah sederhana dengan perpaduan warna kuning kecoklatan seperti rumah jaman dahulu yang berlokasi di jalan Pariaman. Masuk ke lantai dua, suasana sudah terasa aroma rumah seorang seniman. Pikiranku pun mulai berkeliaran mencari mana diantara orang-orang itu yang bernama Ray Bachtiar. Kami masuk ke ruangan yang sedikit gelap, seperti berada diperpustakaan tua. Ada tumpukan buku-buku, koleski rokok jaman dulu, koleksi hasil foto Kamera Lubang Jarum yang sudah tertata di dinding, dan satu lagi yang paling menarik perhatianku Kamera kuno jaman dulu yang bentuknya besar seperti yang ada di film-film kartun.
Tak lama kemudian, datang lagi sekelompok anak muda seperti kami dan setelah itu kami pun dikumpulkan di ruangan tersebut. Dalam hatiku berkata sambil berpikir “Kok, ada kamera ya? Terus kok itu ada …… yg jadi pembawa acara acara di O Channel?”. Workhshop KLJ pun dimulai dan Itu dia orang yang bernama Ray Bachtiar. Tak terasa kami pun mengikuti workhshop dan sepertinya kami sedang diliput. Gumamku dalam hati“Assiik dah masuk tipi! Hahay! Udah dapet ilmu baru! Ketemu sang fotografer profesional! Temen baru! Eh, masuk tipi lagi! Subhanallah! Hahaha”.
Aku baru sadar, ternyata kami diajak syuting buat diliput sama O Channel. Setelah selesai syuting pun kami dikasih jamuan makan siang di rumah kang Ray. Jamuan makan siang gratis, dapat ilmu gratis langsung ketemu pakar KLJ-nya, seperti sebuah mimpi tapi ini kenyataan. Jadi teringat ketika SMA, Aku pernah menulis di secarik kertas tentang list mimpi-mimpiku dan sempat pernah temanku menertawakan kertas mimpiku. Salah satu list di kertas mimpiku adalah mempelajari dan mendalami dunia fotografi, serta memiliki kamera DSLR.
Sebuah keajaiban mimpi!! ALLAH telah menunjukkan kepadaku jalan atas semua mimpi dan do’aku. Memang awalnya Aku sempat sedikit merasa minder karena masuk D3 bukan S1, ternyata ALLAH punya rencana lain yang begitu indah di balik semua itu. Begitu banyak pengalaman, pengetahuan yang bisaku dapat dari kejadian ini. “Oia, Aku tinggal menunggu tayangnya acara… di O Chanel dan gosip di kampus ajah! Hahahaa.. Jangan pernah takut bermimpi kawan!”.
Bogor, 16 September 2010